
Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2017 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengatur tentang pengembangan kompetensi setiap PNS. Pada Pasal 203 disebutkan bahwa setiap pegawai Pegawai Negeri Sipil memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi. Bahkan pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit (minimum) 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
Pengembangan kompetensi dimaksud diantaranya melalui pendidikan dan pelatihan. Pada masa orientasi atau percobaan Pegawai negeri Sipil, proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral dan kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.
Untuk mengembangan kompetensi ASN setiap instansi pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi dalam rencana kerja anggaran tahunan dalam rangka pengembangan karir khususnya PNS. Pengembangan karier PNS nantinya harus mempertimbangkan kompetensi:
- Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan pengalaman bekerja sebcara teknis.
- Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan structural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpianan.
- Kompetensi social cultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi tersebut ASN dapat dilakukan dengan off the job training maupun dapat dilakukan dengan on the job training, dengan melakukan pembimbingan, praktek kerja di intansi lain atau melalui pertukaran antara PNS dan pegawai swasta.
PENDEKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI
Hafid mengutip Sule dan Saefullah (2009) secara garis besar mengemukakanpendekatanpengembangan pegawaimelalui pendidikan dan pelatihan yaitu off the job dan on the job-training.Program pelatihan pada umumnya dilakukan melalui metode off the job-training yaitu pendekatanpelatihan di luar tempat kerja yang memberikan kesempatan pada pegawai untuk keluar dari rutinitas pekerjaan dan berkonsentrasi dalam mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan, pendekatan on the job training adalah pendekatan pelatihan yang diberikan ditempat kerja.
Pendekatan off the job-training
Pada umumnya pendekatanpelatihan di luar tempat kerja dilakukan di tempat-tempat pemusatan pelatihan pegawai seperti Badan Diklat atau pusat pengembangan pegawai. Hafid mengutip Sule dan Saefullah (2009) secara garis besar mengemukakan program pengembangan pegawai dalam organisasi yaitu off the jobtraining antaranya yaitu,
- Executive development programme, yaitu program pengiriman pegawai untuk berpartisipasi dalam berbagai program khusus di luar organisasi yang terkait dengan analisis kasus, simulasi, maupun metode pembelajaran lainnya.
- Laboratoty training, yaitu berupa program yan ditujukan kepada pegawai untk mengikuti program – program simulasi atas dunia nyata yang terkait dengan kegiatan organisasi dimana metode yang biasa digunakan adalah metode role playing, simulasi dan lain-lain.
- Organisational development, yaitu program yang ditujukan kepada pegawai dengan mengajak mereka untuk berfikir mengenai bagaimana cara memajukan organisasi
Pengembangan pegawai diluar tempat kerja pada umumnya dilakukan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan (training) adalah proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan–tujuan organisasi atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan (Simamora, 1997 dalam Hafid, tt)).
Pendekatan on the job-training
Pendekatan on the job training adalah bentuk pelatihan ditempat kerja. Pada pendekatan ini pegawai belajar langsung di tempat kerjanya, menyesuikan metode kerja, melakukan adaptasi dengan pekerjaan, menggunakan media kerja atau alat kerja secara langsung dan belajar dari yang lain (Smith, 2000 dalam Hafid, tt).
Menurut Cherrington (1995, dalam Hafid, tt)), mengatakan bahwa metode on the job training cenderung berfokus pada pengembangan dan pelatihan jangka panjang. Salah satu metode on the job training adalah Coaching and Counseling.
Pendekatan ini menurut Sule dan Saefullah (2009, dalam Hafid, tt)) dalam bentuk coaching dan counseling yaitu bimbingan yang diberikan fasilitator atau atasan kepada bawahan yang bertindak sebagai coach mengenai berbagai hal yang terkait dengan pekerjaan. Pembimbingan adalah kombinasi observasi dengan pemberian arahan. Seperti modeling, ini merupakan cara yang paling alamiah untuk belajar. Dalam konteks prilaku, pembimbingan dapat dicapai dengan lebih baik jika melibatkan hubungan yang sehat antara pegawai dengan fasilitator/coach selama peiode waktu mereka mengerjakan pekerjaan mereka. Secara sederhana menurut (Smith,2000 dalam Hafid, tt)) metode pelatihan ini dapat dilakukan oleh fasilitator sebagai berikut:
1. Menunjukkan kepada pegawai bagaimana melakukan pekerjaan tersebut.
2. Menunjukkan poin-poin penting dari pekerjaan tersebut.
3. Memberi kesempatan mereka untuk melihat bagaimana melakukannya.
4. Memberi kesempatan mereka mengerjakan bagian-bagian pekerjaan yang sederhana.
5. Membantu menyelesaikan seluruh pekerjaan.
6. Membiarkan mereka melakukan pekerjaan tersebut, dalam pengawasan fasilitator.
7. Membiarkan pegawai tersebut melakukan pekerjaan tersebut secara mandiri
Pembimbingan yang efektif menuntut adanya kesabaran dan keterampilan komunikasi yang baik. Uraian singkat dari petunjuk akan suatu pembimbingan yang baik antara lain mencakup :
1. Penjelasan akan perilaku yang pantas
2. Menjelaskan mengapa tindakan – tindakan tertentu harus diambil
3. Secara akurat menetapkan pengamatan – pengamatan
4. Memberikan sara/alternatif yang memungkinkan
5. Menindaklanjuti/mendorong
Hafid, mengutip Mathis dan Jackson (2002:60) mengemukakan bentuk bimbingan dapat berupa hubungan di mana para pegawai pada titik tengah karier mereka yang menjadi pembimbing/coach individu–individu yang berada di awal karier mereka. Keuntungan dari pendekatan ini adalah adanya transfer ilmu antar individu dalam organisasi, dan terjadinya pengembangan kompetensi (#Gus Priyono - SIMPEG)
Referensi Utama:
Firdaus Hafid, SS, MLMEd (Widyaiswara Muda, PKP2A II LAN Makassar)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017